Pengenalan Tanaman
Penting Dataran Tinggi
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh :
Kelompok 1/A
1.
Miftahul Ulum (151510501085)
2.
Asmuni (091510501083)
3.
Rohikim
Mahtum (111510601099)
4.
Zulfa Nuril H
(151510501001)
5.
Winda Dwi L (151510501002)
6.
Indah Sri
Wulandari (151510501081)
7.
Izzul Lubaba (151510501114)
8.
Tic Tic
Meilinda (151510501120)
9.
Toriq Nurul I (151510501301)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dataran
di wilayah Indonesia dikelompokkan menjadi tiga dataran yaitu dataran rendah,
dataran menengah, dan dataran tinggi. Pengelompokan tersebut berhubungan dengan
kebutuhan masing-masing jenis tanaman budidaya terhadap suhu. Tanaman pada
daerah tertentu tidak mampu hidup karena keadaan habitat yang tidak cocok
untuk kelangsungan hidup tanaman. Petani
di Indonesia banyak yang tidak mengerti tentang variabilitas iklim yang sering
kerap terjadi, sangat nyata pengaruhnya pada produksi tanaman dataran tinggi.
Variabilitas iklim di satu sisi dapat menjadi potensi namun di sisi lain dapat
menjadi ancaman bagi tanaman dataran
tinggi (Apriyana dan Kailaku, 2015).
Habitat
tanaman tergantung pada topografi atau ketinggian tempat yang akan mempengaruhi
iklim mikro, suhu, intensitas cahaya, kondisi solum tanah, dan lainnya. Topografi
juga akan berpengaruh terhadap jenis tanaman yang hidup pada suatu daerah,
taksonomi tanaman, anatomi, serta morfologi tanaman. Daerah tropis seperti
Indonesia secara umum tidak semua iklim dan cuaca berpengaruh kuat terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertumbuhan tanaman dapat di maksimalkan
dengan perlakuan yang sesuai dengan habitat tanaman budidaya (Hidayat, 2011).
Pengelompokan
tanaman dibedakan berdasarkan daerah iklim menjadi empat macam yaitu daerah
tropis, daerah sedang, daerah sejuk dan daerah dingin. Daerah panas atau tropis
seperti Indonesia yang berada pada ketinggian 0-600 m dari permukaan laut,
tanaman yang sering dibudidayakan oleh petani yaitu padi, jagung, kopi,
tembakau, dan coklat. Daerah tropis yang memiliki suhu antara 22ºC – 26,3ºC. Sedangkan daerah
sedang berada pada ketinggian 600-1500 m di atas permukaan laut, suhu pada
daerah tersebut berkisar 17,1ºC- 22ºC. Tanaman komoditas yang biasa di
budidayakan pada daerah tersebut yaitu tembakau, teh, kopi, dan tanaman krisan.
Suhu
di daerah sejuk berkisar 11,1ºC-17,1ºC, daerah ini berada pada ketinggian
1500-2500 m dari permukaan laut dengan komoditas tanaman yaitu kopi, teh, kina,
dan sayuran. Wilayah Indonesia juga memiliki daerah dingin dengan ketinggian
2500 m dari permukaan laut. Suhu di daerah dingin ini berkisar antara
6,2ºC-11,1ºC dan pada daerah itu tidak komoditas tanaman yang dapat
dibudidayakan karena daerah tersebut intensitas cahaya kurang serta suhunya
yang terlalu dingin.
Kondisi
lingkungan yang sesuai dengan habitatnya, tanaman akan tumbuh dan berkembang
dengan maksimal. Kondisi lingkungan yang sesuia akan membantu tanaman untuk
berbunga dan dapat menghasilkan bibit tanaman yang baik. Praktikum ini
dilakukan untuk mengetahui dan menentukan tanaman yang cocok untuk dibudidayakan
pada topografi tertentu. Mengetahui lebih dalam mengenai daerah yang sesuai
untuk tanaman dan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada tanaman.
1.2 Tujuan
Mahasiswa mengetahui dan mengenal
tanaman-tanaman penting yang berhabitat di daerah dataran tinggi serta
morfologi dan taksonominya.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi kondisi
lingkungan dimana tanaman tersebut berada. Kondisi lingkungan yang sesuai
selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan
benih. Tanaman kebanyakan tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan
vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk
berbunga. Pertumbuhan tanaman yang diproduksi akan selalu dipengaruhi oleh
faktor dalam maupun faktor luar dari tanaman itu sendiri (Idoga dan Egbe,
2012).
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman dataran tinggi terutama tanaman krisan. Cahaya
merupakan salah satu faktor lingkungan yang mengendalikan pertumbuhan vegetatif
dan perkembangan generatif tanaman krisan. Tanaman akan tumbuh dan berkembang
apabila faktor tersebut dapat terpenuhi oleh tanaman serta tanaman akan tidak
produktif jika salah satu faktor tersebut tidak terpenuhi (Ariesna dkk., 2014).
Ketinggian tempat dibagi menjadi tiga daerah
yaitu dataran rendah dengan ketinggian berkisar 0-400 m dari permukaan laut dan
dataran menengah dengan ketinggian 400-800 m dari permukaan laut, dataran
tinggi atau bukit yang mempunyai ketinggian berkisar 800-1.200 m dari permukaan
laut, dan dataran pegunungan yang memiliki ketinggian lebih dari 1.200 m dari
permukaan laut. Dataran rendah mempunyai suhu sekitar 25ºC-35ºC, dataran berbukit 18ºC-21ºC m dari permukaan laut,
dan setiap kenaikan tinggi tempat 100 m dari permukaan laut maka suhu turun
sebesar 0,56ºC. Dataran rendah dapat dibudidayakan tanaman
buah yaitu anggur, manggis, sawo, mundu, durian, nangka, jambi biji, sirsak dan
tanaman lainnya (Sunarjono, 2013).
Menurut Kurnia et al dalam Henny dkk (2011), daerah dataran tinggi memiliki suhu,
kelembaban dan intensitas cahaya yang cukup bagi pertumbuhan tanaman. Tanaman
akan mengalami penurunan hasil panen apabila rendahnya kesuburan tanah,
ketidaksesuaian lahan atau pengolahan tanah. Tanaman kan tumbuh dan
bereproduksi secara maksimal apabila karakteristik tanah dan persyaratan tumbuh
terpenuhi.
Daerah tropis secara umum memiliki keadaan
iklim yang sangat seragam dan bervariasi. Perbedaan goegrafis seperti perbedaan
ketinggian tempat di atas permukaan laut akan menimbulkan perbedaan cuaca dan
iklim secara keseluruhan di daerah yang memiliki suhu, kelembaban dan curah
hujan. Unsur cuaca dan iklim banyak dikendalikan letak lintang, ketinggian,
jarak dari laut, topografi, jenis tanah dan vegetasi yang hidup pada daerah
tersebut (Andrian dkk., 2014).
Hubungan iklim dan pola tanaman sangat berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Perubahan iklim yang bersifat tetap akan
mengalami kecenderungan terhadap kehidupan tanaman. Perubahan musim
dikategorikan menjadi tiga yaitu perubahan iklim secara global, pergeseran
musim serta curah hujan, dan perubahan jumlah curah hujan. Kondisi iklim sangat
mempengaruhi terhadap produktifitas tanaman (Sun et al., 2013).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
Pengantar Ilmu Tanaman tentang“Pengenalan Tanaman Penting Dataran Tinggi”
dilaksanakan pada hari Minggu, 25 Oktober 2015 pukul 06.30 – 08.30 WIB. Lokasi pengamatan
di Desa Kemuning Lor Rembangan, Kabupaten Jember.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Tanaman yang
diamati
3.2.2 Alat
1.
Alat tulis
2.
Tabel pengamatan
3.
Meja dada
3.3 Cara Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menetapkan objek tanaman yang diamati.
3. Melakukan wawancara pada petani
4. Mengisi tabel pengamatan.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Tabel 1. Tanaman Penting Dataran Tinggi
No
|
Jenis Tanaman
|
Gambar
|
Keterangan
|
|||
1
|
Bunga Krisan
|
1.
Ciri-ciri morfologi
·
Akar : Serabut (30-40 cm).
·
Batang : Tegak (kurang lebih 1 meter
untuk tanaman dewasa).
·
Daun : Bergerigi dan tersusun
selang-seling pada cabang atau batang.
·
Bunga : Bunga besar > 10 cm
untuk diameternya
·
Buah : -
·
Biji : Berwarna cokelat sampai
hitam.
|
||||
2
|
Buah Naga
|
2.
Ciri-ciri morfologi
·
Akar : 20-30 cm (tanaman muda) dan
50-60 cm menjelang produksi buah. Akarnya tunggang bersifat aerial.
·
Batang : Batang berwarna hijau
kebiru-biruan/ hitam.
·
Daun : Membetuk duri yang
ukurannya kurang dari 1 cm.
·
Bunga : Bentuknya corong berukuran
sekitar 30 cm.
·
Buah : Bentuk buah bulat dan
panjang. Kulit buah kurang lebih 2 cm.
·
Biji : Berwarna
hitam pipih kecil kurang dari1 cm dan jumlahnya berkisar antara 500-800 biji
dalam satu buah.
|
4.2 Pembahasan
A. Bunga Krisan
Bunga Krisan (Crhysantemum) merupakan tanaman yang
tumbuh di dataran tinggi. Tanaman ini mempunyai potenti untuk dikembangkan
dalam skala komersial terutama sebagai bunga potong. Bunga Krisan ini masih
tergolong ke dalam famili yang sama dengan bunga aster dan daisy, yaitu famili
Asteraceae. Bunga Krisan termasuk dalam kingdom Plantae (tumbuhan), dari divisi
Magnoliophyta yaitu tanaman berbiji, dari kelas Magnoliopsida (dikotil), dari
ordo Asterales, dari famili Asteraceae, dari genus Chrysanthemum, dan spesies
Chrysanthemum x grandiflorum.
Cara penanaman bibit bunga
Krisan yaitu dengan menanam langsung tanaman dari polybag yang sebelumnya telah
disobek kedalam tanah yang sudah diberi lubang. Perlu diperhatikan pada saat
menyobek polybag jangan sampai merusak tanah. Hal ini bertujuan agar tanaman
dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar yang baru.
Cara pengolahan lahannya
adalah dengan metode minimum tillage. Minimum tillage atau lebih dikenal dengan
pengolahan tanah minimum adalah pengolahan tanah dengan cara mengolah tanah
dengan sedikit usaha. Minimum tillage dapat dialakukan dengan cara mencangkul
sekali tanah yang akan ditanami. Hal ini bertujuan membuka sirkulasi udara
dalam tanah agar udara dapat leluasa masuk kedalam tanah.
Cara penanaman bunga Krisan
adalah dengan cara Konvensional. Cara ini dlakukan untuk menghemat pengeluaran
biaya. Namun metode ini memiliki kekurangan, yaitu memakan waktu yang cukup
lama. Selain itu cara ini juga melibatkan banyak pekerja.
Sistem penanaman bunga Krisan
adalah monokultur. Sistem penanaman monokultur adalah cara membudidayakan
tanaman dengan menanam satu jenis tanaman pada suatu lahan. Monokultur
menjadikan penggunaan lahan efisien sehingga dapat menekan biaya tenaga kerja
karena keseragaman tanaman yang ditanam. Kelemahan dari sistem penanaman ini
adalah dapat mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti
hama dan penyakit tanaman karena keseragaman kultivar.
Pemupukan dilakukan satu
minggu setelah penanaman. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Za. Pupuk imi
digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara belerang. Pupuk Za terdiri dari
senyawa Sulfur dalam bentuk sulfat yang mudah diserap dan nitrogen dalam bentuk
amonium yang mudah larut dan diserap tanaman.
Untuk proses pengairan
dilakukan dengan mengambil air dari sungai menggunakan DAP celup. Hal ini
bertujuan memanfaatkan lingkungan sekitar yang berdekatan dengan sungai. Sehingga petani dapat mengairi lahannya
secara rutin.
Jika tanaman diserang hama,
para petani biasa menggunakan pestisida kimiawi seperti preogor, decis, detin,
spontan, dan konfidor. Hama yang biasa menyerang adalah ulat akar dan wereng.
Untuk pengendalian gulma, petani sekitar mengatasi dengan cara mekanik. Cara
mekanik dapat dilakukan dengan cara disabit atau dicabut. Gulma dapat
mengganggu penyerapan nutrisi tanaman utama.
Perakaran bunga Krisan dapat
menyebar ke semua arah pada kedalaman 30 – 40 cm. akarnya termasuk
akar serabut dan mudah mengalami kerusakan akibat pengaruh lingkungan yang
kurang baik. Batang bunga Krisan tumbuh tegak, berstruktur lunak dan berwarna
hijau. Daunnya bergerigi dan tersusun berselang-seling pada cabang atau
batangnya. Bunga Krisan tumbuh tegak pada ujung tanaman dan tersusun dalam
tangkai pendek. Bunga Krisan sendiri digolongkan dalam dua jenis yakni jenis
spray dan standard. Pada bunga Krisan jenis spray terdapat 10 – 20 bunga
berukuran kecil. Sedangkan pada jenis standard terdapat satu tangkai bunga berukuran
besar. Biji bunga Krisan berwarna coklat sampai hitam. Biji ini digunakan untuk
bahan perbanyakan tanaman secara generatif.
Pemanenan bunga Krisan cukup
sederhana. Ciri-ciri bunga Krisan yang siap dipanen adalah saat bunga sudah
mekar sempurna. Biasanya bunga mekar sempurna setelah 3 bulan setelah
penanaman. Untuk cara memanennya cukup mudah yakni dengan cara mencabut bunga
Krisan hingga ke akarnya kemudian membersihkan daun dan mengambil bunga sesuai
permintaan konsumen.
Tidak ada penanganan khusus untuk
proses penanganan pasca panen bunga Krisa. Cukup melakukan pembersihan daun
saja kemudian bunga akan di bedakan antara bunga Krisan jenis spray dan jenis
standard. Kemudian bunga bunga akan dikemas menggunakan kertas koran. Satu
paket bunga krisan jenis standard berisi 10 tangkai. Sedangkan untuk jenis
spray berkisar antara 20 – 30 bunga kecil. Ketika panen akar, batang, dan daun
dijadikan kompos organik untuk digunakan di awal penanaman dengan tujuan
menjaga kesuburan tanah.
Pemasarannya
sendiri bunga Krisan sudah dikirim sampai ke Bali. Tapi kebanyakan masyarakat
sekitar hanya memasarkan bunga Krisan di toko-toko bunga sekitar. Harga untuk
satu paket bunga Krisan jenis standard yang berisi 10 tangkai adalah Rp15.000
sedangkan untuk satu paket bunga Krisan jenis spray yang berisi 20-30 bunga
adalah Rp14.000.
B. Buah Naga
Buah naga (Hylocereus
undatus) merupakan suatu rekayasa genetika kaktus dari marga Hylocereus dan
Selenicerus. Buah naga yang sekarang sudah dibudidayakan di berbagai negara di
Asia seperti Taiwan, Vietnam, Filipina, dan indonesia ini berasal dari negara
Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Pada tahun 1870 seorang perancis
membawa tanaman ini dari Guyana ke Vietnam untuk tanaman hias. Oleh orang
Vietnam dan Cina buah dari tanaman ini dianggap sebagai pembawa berkah. Oleh
karena itu, buah naga ini selalu diletakkan di antara dua ekor patung naga
berwarna hijau di atas meja altar.
Dari data hasil pengamatan
pada lahan buah naga dapat
diketahui bahwa varietas buah naga di Agrotechno Park ada dua jenis yaitu buah
naga putih (Hylocereus undatus) dan
buah naga merah (Hylocereus polyrhizus).
Buah naga termasuk dalam kingdom Plantae (Tumbuhan), Dari Devisi Magnoliophyta
atau tumbuhan berbunga, dari kelas Magnoliopsida, dari ordo Caryophyllales,
dari Famili Cactaceae atau kaktus-kaktusan, dari genus Hylocereus, dan dari
spesies Hylocereus undatus.
Buah naga ini dikembang
biakkan dengan metode stek batang atau dahan buah naga. Dahan buah naga yang
baik untuk di stek adalah yang memiliki ukuran batang yang cukup besar. Perlu
diperhatikan setelah kita memotong dahan buah naga untuk stek, jangan sampai
tertukar antara batang yang merupakan bagian atas dan batang bagian bawah.
Batang yang ditanam adalah batang bagian bawah bukan bagian atas.
Cara pengolahan tanah adalah
dengan cara konvensional dengan tujuan untuk menghemat biaya. Tetapi metode ini
juga memiliki kekurangan, selain memakan waktu yang cukup lama, metode ini juga
banyak melibatkan para pekerja. untuk penempatan lubang tanam berjarak 40 x 40
cm dan berjarak tanam 3 x 3 m
Sistem penanaman buah naga
adalah monokultur. Sistem penanaman monokultur adalah cara membudidayakan
tanaman dengan menanam satu jenis tanaman pada suatu lahan. Monokultur
menjadikan penggunaan lahan efisien sehingga dapat menekan biaya tenaga kerja
karena keseragaman tanaman yang ditanam. Kelemahan dari sistem penanaman ini
adalah dapat mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti
hama dan penyakit tanaman karena keseragaman kultivar.
Untuk perawatan tanaman
terdiri dari pemupukan, pengairan, pengendalian penyakit, pengendalian hama,
dan pengendalian gulma. Untuk pemupukan buah naga di Desa Kemuning Lor sendiri
menggunakan pupuk urea, SP 36, Kcl, dan Ponska. Pada awal saat penanaman buah
naga menggunakan pupuk organik, sedangkan pada masa vegetatif menggunakan pupuk kimia
masing-masing dengan takaran 10 g/tanaman. Selain itu perlakuan khusus
dilakukan pada saat musim kemarau dan musim penghujan. Pada saat musim kemarau
para petani menggunakan pupuk cair. Sedangkan saat musim penghujan menggunakan
pupuk padat. Hal ini bertujuan untuk mengefektivitaskan penggunaan pupuk .
Untuk sistem pengairannya
juga berbeda pada musim hujan dan musim kemarau. Pada saat musim hujan
pengairannya tergantung pada air hujan sedangkan pada musim kemarau akan
dilakukan irigasi rutin oleh para pengurus menggunakan air PDAM dengan
frekuensi satu kali seminggu.
Pengendalian OPT dilakukan
oleh para pengurus lahan. Untuk pengendalian hama para petani biasanya
menggunakan insektisida dan pestisida kimiawi. Sedangkan untuk pengendalian
gulma para petani biasa menggunakan cara mekanik yaitu dengan cara menyiangi
gulma.
Buah naga (Hylocereus undatus) memiliki akar
tunggang bersifat aerial yang berkembang didalam tanah, di batang, dan di
batang atas sebagai akar gantung. Untuk tanaman yang masih muda panjang akar
mencapai 20-30 cm, sedangkan pada masa menjelang produksi buah mencapai 50-60
cm. akar tumbuh di sepanjang batang di bagian punggung sirip di sudut batang.
Di bagian daun yang berbentuk duri muncul akan tumbuh bunga yang bentuknya
mirip bunga Wijayakusuma yang berukuran sekitar 30 cm. Bunga ini hanya mekar
pada malam hari. Bunga yang tidak rontok akan membentuk buah setelah terjadi
penyerbukan. Bagian batang berbentuk segitiga dan biasanya berwarna hijau
kebiru-biruan. Buah naga berbentuk bulat agak lonjong seukuran dengan buah
alpukat. Di sekitar kulit terdapat jumbai-jumbai yang dianalogikan dengan sisik
seekor naga. karena itulah buah ini dinamakan buah naga. Biji buah naga berukuran
sangat kecil dan berwarna hitam. Dalam satu buah bisa terdapat 500 – 800 biji.
Ciri ciri buah naga siap
panen adalah buah naga yang sudah masak secara fisiologis. Umur buah biasanya
mencapai 50-55 hari sejak setelah muncul bunga. Buah naga siap panen biasanya
berkulit mengkilat dengan sisik dan berwarna kemerahan. Selain itu buah naga
yang siap dipanen adalah buah naga yang mahkota buahnya telah mengecil, kedua
pangkal buah keriput dan kering.
Cara pemanenan buah naga
cukup mudah yakni dengan memotong dengan bentuk segitiga pada tangkai buah.
Pemotongan dengan bentuk segitiga ini bertujuan untuk memperkecil resiko
tanaman terkena OPT. bungkus buah naga yang telah dipanen dengan koran dan
letakkan kedalam keranjang.
Pemasaran buah naga di Desa Kemuning Lor sendiri
hanya bersifat domestik, tidak untuk diekspor. Biasanya para konsumen datang
sendiri ke tempat tersebut untuk
membeli buah naga. Untuk harganya tergantung dari musim, jika musim buah naga
penjualan perbuah berkisar antara Rp12.000/kg sampai Rp15.000/kg. tetapi pada
saat tidak musim buah naga dapat mencapai harga Rp30.000/kg sampai Rp35.000/kg.
BAB 5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Bunga Krisan adalah tanaman
Penting di dataran tinggi. Selain karena berpotensi sebagai usaha rakyat, bunga
krisan tidak memerlukan perlakuan yang rumit. Keterbatasan pengetahuan
masyarakat sekitar akan potensi usaha pembudidayaan bunga Krisan ini
menyebabkan pemasaran bunga Krisan hanya sebatas domestik saja. Tanaman buah naga adalah
tanaman penting yang berhabitat di dataran rendah. Tanaman ini termasuk
kaktus-kaktusan yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah. Tanaman
buah naga di Agrotechno Park ada dua jenis yaitu buah naga putih dan buah naga
merah. banyak penggunaan pupuk kimia untuk
mendorong pertumbuahan buah pada saat masa vegetatif.
5.2 saran
Seharusnya pemakaian pupuk
organik lebih ditekankan untuk proses penanaman buah naga dan bunga krisan agar tanaman tersebut dapat berproduksi
secara optimal.
LAMPIRAN
Gambar 1. Calon Bunga Buah
Naga
Gambar 2. Buah Naga
Gambar 3. Bunga Krisan Individu
Gambar 4. Bunga Krisan Kelompok
DAFTAR PUSTAKA
Apriyana,
Y. Dan T. E. Kailaku. 2015. Variabilitas
iklim dan dinamika waktu tanam padi di wilayah pola hujan monsunal dan
equatorial. Pros Sem Nas Masy Biodiv
Indon, 1(2): 366-372.
Andrian., Supriyadi dan P. Marpaung. 2014.
Pengaruh Ketinggian Tempat Dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Hevea
Brasiliensis Muell. Arg.) Di Kebun Hapesong Ptpn Iii Tapanuli Selatan. Agroekoteknologi, 2(3): 981-989.
Ariesna, F. D., Sudiarso dan N. Herlina. Respon 3 Varietas Tanaman Krisan (Chrysanthemum
Morifolium) Pada Berbagai Warna
Cahaya Tambahan Response Of 3
Chrysanthemum (Chrysanthemum Morifolium) Plant Varieties On Addition Of
Different Light Colors. Produksi Tanaman,
2(5): 419-426.
Hidayat, T. 2011. Analisis Perubahan Musim dan Penyusunan Pola tanam
Tanaman Padi Berdasarkan Data Curah Hujan di Kabupaten Aceh Besar. Agrists, 15(3): 87-93.
Henny, H., K. Murtilaksono., N. Sinukaban dan S. D. Tarigan. 2011.
Kesesuaian Lahan Untuk Sayuran Dataran Tinggi di Seluruh Das Merao, Kabupaten
Kerinci, Jambi. Hidrolitan, 2(1):
11-19.
Idoga, S. And O. M. Egbe. 2012. Land Use Planning for Vegetable Farming
in Benue State o Nigeria. Science Frontier Research Agriculture and Veterinary
Sciences, 12 (6): 7-12.
Sunarjono, H. 2013. Berkebun
26 Jenis Tanaman Buah. Jakarta. Penebar Swadaya.
Sun, J., G. Cheng., W. Li., Y. Sha and Y. Yang. 2013. On the Variation of NDVI with the Principal
Climatic Elements in the Tibetan Plateau. Remote Sensing, 1(5): 1894-1911.